
Cinta merupakan kekuatan yang tak akan pernah bisa ditundukkan. Kalau kita berusaha mengendalikannya, cinta akan menghancurkan kita. Kalau kita berusaha mengurungnya, cinta akan memperbudak kita. Dan jika kita belajar untuk memahaminya, cinta akan meninggalkan kita dalam kebingungan. (hlm. 131)
Renata, perempuan cantik khas Sunda berusia 28 tahun. Sangat sadar akan keadaan keluarganya. Dia besar di lingkungan keluarga sederhana di daerah Dipati Ukur, Bandung. Bapaknya seorang wartawan di sebuah media Bandung, dan ibunya tidak bekerja, hanya sesekali menerima pesanan kue dari tetangga. Hidupnya berkecukupan, tidak lebih ataupun kurang. Keadaan inilah yang membentuk Renata menjadi pribadi yang mandiri dan tidak bergantung pada orangtuanya sejak lulus dari kuliah.
Renata bekerja di sebuah majalah wanita sebagai fashion editor. Posisi yang sudah lama dia impikan semanjak lulus kuliah dari Jurusan Jurnalistik UI. Pesan kedua orangtuanya untuk selalu bertanggung jawab dan jujur dalam bekerja, membawa Renata menempati posisinya sekarang setelah bekerja selama dua tahun di majalah life style, A la Mode. Dan, sudah menginjak tahun kelima dia bekerja di sana. Renata sangat menikmati hari-harinya di kantor tersebut.
Sebagai fashion editor di majalah A la Mode, Renata termasuk karyawan yang selalu ada di A-List jika ada pagelaran fashion di Jakarta Raya ini. Dia selalu diutus oleh atasannya untuk menghadiri undangan-undangan penting mewakili majalahnya. Apalagi Paula, managing editornya,yang sedang cuti melahirkan. Otomatis pekerjaan-pekerjaan yang seharusnya menjadi tanggung jawab si managing editor beralih kepadanya dan dua editor lainnya.
Melakukan pekerjaan yang sesuai passion memang sangat menyenangkan. Setidaknya itu yang dirasakan Renata selama bekerja di A la Mode. Dia seolah tidak pernah kehabisan energi untuk melakukan rutinitas serta inovasi-inovasi di kantornya; wawancara dengan para desainer, men-casting model, menghadiri peluncuran produk baru, peresmian pembukaan butik, mengikuti after show party, wawancara dengan model-model lokal maupun internasional, sampai menghadiri private birthday party yang diadakan oleh brand-brand ternama. Tak jarang, Renata juga harus keluar kota guna melakukan photoshoot dengan model-modelnya. Sesekali, Renata juga akan berangkat ke luar negeri untuk menghadiri perhelatan fashion dan juga untuk mencari berita tentang fashion yang paling update.
“Kamu harus nikah dengan orang Jawa. Dan ibu harus kenal siapa calon besan Ibu itu. Nggak boleh sembarangan. Inget, bibit, bebet, dan bobot itu sangat penting kalau kamu mau nikah nanti. Ini semua demi masa depan kamu, Panji. Demi keturunan-keturunan kamu nanti.” (hlm. 39)
Ketika pekerjaan dan masalahnya cinta berjalan lancar, semua berubah drastis semenjak Renata diajak Panji bertemu dengan orangtuanya. Ibu Panji dengan tegas menolak hubungan mereka, masalah klasik; mereka tidak sederajat sekaligus beda suku. Belum lagi anggapan remeh ibunya yang masih sangat konvensional dalam memandang pekerjaan perempuan.
Hanya selang beberapa bulan setelah perjumpaan itu, Panji memutuskannya atas nama perjodohan yang dilakukan ibunya. Tidak cuma untuk dia, tapi untuk atas nama besar keluarganya. Panji menyerah untuk mempertahankan hubungan mereka. Menikah dengan perempuan pilihan ibunya.
Bagaimana mungkin aku bisa melewati hari-hari tanpa Panji? Bagaimana mungkin aku bisa mencintai orang lain jika Panji terus berkeliaran di otakku? Bagaimana mungkin aku melupaka semua kenangan yang telah kulewati bersama Panji selama empat tahun terakhir ini? (hlm. 26)
Putus cinta buat sebagian orang memang bisa menjadi titik balik yang bisa menjungkirbalikkan keadaan. Mungkin itu yang sedang dialami Renata. Setelah putus dari Panji hidupnya berantakan; setelah jabatannya menjadi seorang fashion editor dicopot beralih memilih pekerjaan yang paling tak terbayangkan; perempuan malam. Ekstrim bukan?!?
“Namanya aja kebutuhan, pasti beda-bedalah tiap orang. Ada yang menganggap bisa makan sehari tiga kali aja udah bilang hidupnya cukup. Tapi, ada juga yang mematok kebahagiannya dalam walking closet yang berisi Birkin, Prada, Gucci, dan lain-lain….” (hlm. 21-22)
Pas baca kalimat ini, hampir mirip dengan kalimat yang ada di salah satu buku favorit saya. Perhatikan baik-baik kalimat berikut;
Di sini aku duduk dan menunggu. Hujan malam ini membuat air mataku terasa sangat dingin. Semoga air mataku ini mengalir sejauh-jauhnya, agar kekasihku tak akan pernah tahu bahwa suatu malam aku pernah menangis untuknya. Semoga air mataku ini mengalir sejauh-jauhnya, agar semua malam mengabur dalam gelapnya. (hlm. 183)
Bandingkan dengan kalimat yang ada di dalam novel Di Tepi Sungai Piedra yang ditulis oleh Opa Paulo Coelho;
Di tepi Sungai Piedra aku duduk dan menangis. Udara musim dingin membuat air mata yang mengalir di pipiku terasa dingin, dan air mataku menetes ke air sungai dingin yang mengelegak melewatiku. Di suatu tempat entah dimana, sungai ini akan bertemu sungai lain, lalu yang lain lagi, hingga –jauh dari hati dan pandanganku– semuanya menyatu dengan lautan. Semoga air mataku mengalir sejauh-jauhnya, agar kekasihku tak pernah tahu bahwa suatu hari aku pernah menangis untuknya.
Beberapa kalimat favorit:
- “Harapan, apa pun warnanya… mungkin sebuah kemewahan.” (hlm. 63)
- “Hidup gak cuma sekedar urusan uang.” (hlm. 176)
- “Hidup ini indah walaupun segala sesuatunya nggak ada yang sempurna.” (hlm. 241)
- Kalau kita terus-terusan menyalahkan masa lalu, kita justru akan terus hidup bersamanya, dan semakin sulit memebaskan diri. (hlm. 178)
Pengalaman pahit Renata tidak hanya terjadi di sinetron-sinetron, tapi juga ada di dunia nyata. Deskripsi saat Renata data ke pernikahan Panji mirip banget dengan kisah saudara yang datang ke pernikahan mantannya, yang dulunya mereka pacaran tujuh tahun! Pacaran lama tidak menjamin kelanggengan hubungan. Saya sampai gak habis pikir kenapa Renata begitu sempit pemikirannya, terlebih lagi dia berpendidikan dan lulusan kampus unggulan. Tapi begitulah cinta, membutakan segalanya. Kita akan digiring bagaimana proses seorang Renata yang dulunya seorang fashion editor menjadi perempuan malam. Ada proses, tidak secara tiba-tiba.
Alur cerita maju mundur tapi gak bikin bingung. Mengambil setting tiga kota; Jakarta, Bandung dan Jogja. Covernya yang terkesan ‘dark’ merepresentasikan kehidupan Renata yang suram nan kelam. Awalnya saya terpikat dengan pesona Panji, tapi ada sosok baru yang muncul mulai di pertengahan cerita; Dion yang jiwanya lebih laki dan bertanggung jawab.
Pelajaran hidup dari sebuah novel tidak hanya kita ambil tokoh yang baik-baik saja. Dari kisah Renata kita bisa melihat bahwa hidup tidak sekedar hitam dan putih. Selalu khas Stiletto Book, bertema perempuan.