
Kalo emang udah ketemu yang cocok, kenapa nunggu lagi? (hlm. 20)
Nama, uang dan jabatan adalah hal-hal yang tidak pernah Jana pahami pesonanya. Dia tahu banyak orang akan menilai orang lain dari nama belakang mereka, berapa banyak uang dan apa jabatan yang dimiliki oleh orang tersebut, termasuk Mami dan Papi. Mengundang teman-temannya ke rumah adalah pengalaman paling tidak mengenakkan yang pernah ia alami. Itu adalah kunjungan pertama dan terakhir teman-teman sekolahnya. Karena sikap kedua orang tuanya inilah Jana masih mengalami masalah menyukai orang-orang yang memiliki uang, dia takut mereka juga akan sesombong orangtuanya. Begitulah yang tertanam padanya sampai usia dewasa. Jana cenderung tertutup. Dia tidak punya banyak teman, terlebih lagi ketika dia kuliah di luar negeri bertemu Ben yang saat itu tampak luar bagai malaikat….
Hanya ada tiga cowok di muka bumi ini;
- Cowok yang hanya bisa jadi teman
- Cowok yang cuma bagus untuk diliatin karena selain tubuh dan wajah, tidak ada lagi yang menarik dari mereka
- Cowok yang merupakan boy-friend material. Mereka bukan saja ganteng gak ketolongan, tapi juga membuat kita merasa nyaman dengan mereka. (hlm. 41)
LOVE AT FIRST SIGHT, nenek moyang lo!!! Itulah luapan emosi Jana yang diperuntukkan pada Ben. Kalau saja dia tahu hubungannya dengan Ben akan berakhir tak seperti yang dia harapkan, Jana tak akan sudi mengenalinya. Tapi itulah masalahnya dengan cinta. Cinta membuat kita buta dan rela melakukan hal-hal yang biasanya tidak akan kita lakukan. Kalau dipikir-pikir lagi, orang yang sedang jatuh cinta sudah seperti orang mabuk, tapi efek samping mabuk masih lebih mendingan. Setidak-tidaknya mereka hanya perlu berurusan dengan kepala pusing besok paginya gara-gara hangover, tapi kalau putus cinta? Efek sampingnya bukan hanya kepala pusing, tapi hati remuk dan masalah mental yang bahkan nggak bisa dibantu oleh terapi seumur hidup.
Nggak, tidak peduli apa yang terjadi, Ben tidak akan pernah tahu tentang keberadaan anak-anaknya. Dia akan mencari laki-laki yang jauh lebih layak untuk menjadi seorang suami dan ayah bagi anak-anaknya. Untung saja tidak ada yang tahu identitas Ben, dan dengan paras kebule-bulean kedua anaknya, Papi dan Mami berkesimpulan bahwa ayah mereka adalah seorang bule bejat yang sudah menghamilinya. Dan Jana tidak pernah membetulkan kesalahpahaman itu. Entah apa yang akan mereka pikirkan kalau sampai tahu bahwa bukan bule bejat yang menghamilinya, tapi laki-laki Indonesia bejat. Ya, Ben adalah dirty little secret-nya yang akan dia simpan sampai mati.
Bagi Jana, semangat hidupnya akan berkobar ketika melihat dua buah hatinya, si kembar Erka dan Raka. Mereka ini mengingatkan akan keponakan yang kembar, Hasan dan Husein yang juga yatim. Seperti halnya Erka dan Raka, ada yang sisi pemberani dan sisi satunya lebih pendiam. Saking miripnya, mereka yang sekarang duduk kelas satu sekolah sadar ini dipisah kelasnya.
“Erga dan Raka punya ayah kok. Tapi dia udah nggak sama kita lagi. Dia ada di surga, sama Tuhan dan malaikat-malaikatnya.”
“Ayah Erga orang baik dong ya, karena kalo nggak kan nggak masuk surga?” (hlm. 36)
Pas baca ini rasanya jlebb banget. Ngilu, keinget sepupu yang meninggal, Abi-nya Hasan dan Husein. Waktu sehabis pemakaman, turun hujan. Dengan polosnya Hasan bilang ke Umi-nya suruh ngasih payung Abi karena nanti basah kalo keujanan. Beda lagi dengan Husein. Beberapa hari setelah pemakaman Abi mereka, Husein kerapkali menanyakan pada Umi kemana Abi. Uminya menjelaskan jika Abi udah bobok, ikut ama Allah. Hasan malah balik nanya, Allah kan di atas, Abi kok di bawah (maksudnya makam abinya). Yaampuunnn…betapa kritisnya mereka. Yang mendengarnya sesak sambil menahan tangis mendengar kepolosan pertanyaan-pertanyaan mereka.
Begitu juga dengan Raka dan Erga yang terkejut ketika mengetahui Ben adalah ayah mereka. Adegan 282 – 292 adalah bagian yang paling mengharukan. Ketika Raka tidur di belakang Erga, tangannnya melingkari pinggang kembarannya dengan penuh perlindungan. Erga menangis, Raka mencoba menghiburnya dengan membisikkan, “Erga jangan nangis. Raka ada di sini.”
Menemukan beberapa sindiran halus dalam novel ini:
- Orang Indonesia sok bule yang nggak tahan sama Indonesia padahal besar di Indonesia. (hlm. 9)
- Banyak laki-laki gay yang nggak kelihatan gay sama sekali. (hlm. 19)
- Ada dua alasan kenapa orang terobsesi sama kerjaan mereka. Pertama, karena mereka mencoba membuktikan sesuatu, dan yang kedua, karena mereka mencoba melarikan diri dari sesuatu. (hlm. 19)
Saking tersihir baca ini, sampai lupa nandain quotes-quotes yang ada. Khas aliaZalea, bahasanya mengalir dan tidak kaku. Bacanya fokus banget, pas malem-malem. Langsung sekali baca, babat habis. Selesai baca jam 1-an dini hari. Padahal besoknya berangkat pagi plus upacara rutin setiap senin. Alhasil nguap-nguap. Tapi gak nyesel baca kisah Ben dan Jana ini. Berhubung banyak ‘adegan dewasa’, buku ini gak cocok buat ditaro di perpus sekolah, cukup di rumah aja, sapa tau ada teman yang minjem ^^v