Quantcast
Channel: Resensi Terbaru
Viewing all articles
Browse latest Browse all 742

Ironi Tersimpan di Kota Besar

$
0
0
Jangan Main-main dengan Kelaminmu

Kota besar menyuguhkan kemewahan. Gedung-gedung pencakar langit, mal di setiap penjuru, dan mobil mewah yang berseliweran di jalan raya. Namun, ironinya di balik kemewahan tersebut moral sebagian warganya dipertanyakan. Ada yang menutupi-nutupinya, ada pula yang menyodorkannya tanpa bungkus karena ingin tampil apa adanya. Sikap kaum yang terakhir inilah yang disodorkan Djenar Maesa Ayu dalam karyanya bertajuk “Jangan Main-main (dengan Kelaminmu)”

 

Judulnya menurut saya sangat vulgar. Saya menebak-nebak apakah isi novel ini hanya berkutat dengan hal-hal yang dianggap tabu dibicarakan luas di masyarakat, ataukah judul tersebut merupakan metafora yang lain. Dan rupanya Djenar memang ingin bermain-main atau mungkin ingin mengetahui reaksi dari masyarakat terkait dengan novelnya ini. Karena sudah ada novel atau buku lainnya yang juga mengupas hal-hal yang serupa maka novel ini meluncur dengan mulus. Masyarakat sudah makin permisif dengan novel-novel atau buku bertema sejenis.

 

Saya mengkategorikan novel ini novel pop. Judulnya mengundang rasa penasaran. Sayang isinya tidak terlalu istimewa dibandingkan dengan karya Djenar sebelumnya, Mereka Bilang Saya Monyet, yang sudah saya baca sebelumnya. Tetapi, ada dua hal yang sama dengan dua novel ini, sama-sama mengupas ironi di masyarakat dan isinya bagi saya mudah dilupakan. Kurang berkesan.

 

Novel Jangan Main-main dengan Kelaminmu ini terdiri dari berbagai kumpulan cerita pendek. Sama seperti tajuk novelnya, rata-rata judulnya juga vulgar. Ada beberapa judul yang ‘biasa’ seperti Moral, Alkohol, Staccato, dan Sabun Mandi. Namun isinya masih berkaitan dengan tema pokoknya.

 

Di cerpen berjudul Moral, Djenar mempertanyakan nilai moral dalam kehidupan sehari-hari. Dalam beberapa tahun terakhir, moral seakan dijadikan pakaian luar dan diperdagangkan, nilainya bisa naik atau turun atau bisa jadi diobral, bergantung pada peminatnya. Dalam kisah ini, tokoh wanita merasa enggan membeli moral meskipun harganya masa itu masih rendah, hanya Rp 1 ribu. Ketika ia berkunjung lagi, nilainya sudah Rp 3 ribu, namun ia masih enggan untuk membelinya. Ia menganggapnya hanya sebagai aksesori. Si wanita yang hendak berpesta sangat terkejut ketika hampir seluruh tamu pesta semua mengenakan moral sebagai aksesori.

 

Sementara di cerpen lainnya berjudul Stacatto, Djenar mencoba bereksperimen dengan gaya penceritaan yang mirip dengan istilah musik, yang bermakna dimainkan pendek terputus-putus dan tersentak-sentak. Sengaja ia membuat narasi yang beberapa bagian mengalami repetisi, maju beberapa saat kemudian direpetisi lagi, dan lagi. Eksperimennya cukup unik meskipun saya tidak merasa terkesan dengan isi ceritanya. Eksperimen ini akan lumayan bagus jika diekspresikan dalam bentuk film pendek.

 

Djenar mencoba lagi melakukan eksperimen di Jangan Main-main (dengan Kelaminmu). Kali ini ia mencoba gaya bercerita dari berbagai sudut pandang dan narasinya terkesan diulang-ulang. Ini tidak enak dibaca kecuali dibuat dalam bentuk fragmen atau diterjemahkan dalam bentuk film.

 

Terakhir, buku ini adalah berkategori dewasa. Jadi simpan di rak tertinggi jika ada anak-anak di rumah Anda.

 

sumber: http://dewipuspasari.wordpress.com/2014/06/27/resensi-buku-ironi-tersimpan-di-kota-besar/


Viewing all articles
Browse latest Browse all 742

Trending Articles


UPDATE SC IDOL: TWO BECOME ONE


Pokemon para colorear


Girasoles para colorear


Gwapo Quotes : Babaero Quotes


OFW quotes : Pinoy Tagalog Quotes


RE: Mutton Pies (frankie241)


Re: lwIP PIC32 port - new title : CycloneTCP a new open source stack for...


Ka longiing longsem kaba skhem bad kaba khlain ka pynlong kein ia ka...


Vimeo 3.42.0 by Vimeo Inc


FORECLOSURE OF REAL ESTATE MORTGAGE