
Adalah hak semua orang untuk bebas menyukai sesuatu. (hlm. 217)
Jika kau bisa berhenti membenci seseorang, kau juga bisa berhenti membenci seseorang. (hlm. 220)
Adalah AmeliaCollins, gadis remaja berumur lima belas tahun. Tubuhnya berbalut kulit pucat, wajahnya terbingkai rambut pirang alami yang menjuntai lurus hingga punggung, gigi depannya mencuat seperti kelinci. Kau bisa membayangkan betapa normalnya gadis ini.
Amy tidak pernah bersinar di sekolahnya. Dia bukan murid terpintar atau tergiat, bukan juga yang terbodoh atau termalas. Jaringan pertemanannya pun tidak terlalu luas. Namun dia meyakinkan orang-orang untuk mengingatnya sebagai Amelia Collins hanya dengan dua hal.
Pertama, menulis. Amy, sejauh yang diperhatikan teman-temannya, sangat suka menulis. Biasanya Amy menulis fiksi; cerita-cerita tentang remaja dan romansa yang kadang terinspirasi oleh teman-teman dekatnya maupun dari sepintas kisah yang diceritakan kakaknya, meski hingga sekarang Amy belum pernah pacaran.
Kedua, orang-orang semakin mengenalnya karena sebuah ketidaksengajaan. Amy pernah memberitahu teman-teman perempuannya nama anak lelaki yang dia suka. Beberapa temannya itu memberitahu teman yang lain. Teman yang lain memberitahu semua orang. Dan begitu siklusnya hingga sampai ke telinga anak lelaki yang sedang dibicarakan.
Hal yang harusnya menjadi rahasia pribadi, kemudian menjadi pengetahuan umum satu angkatan. Itu hanya dimulai dengan, “Jangan bilang siapa-siapa, ya. Amy menyukai Ben.”
Ben tahu Amelia Collins sejak awal musim gugur tahun lalu, sejak rahasia gadis itu meledak menjadi hal yang wajib diketahui nyaris satu angkatan mereka. Amelia Collins, entah mengapa mengapa, menyukai (dan menguntit) Benjamin Miller. Ben sendiri tidak punya ide bagaimana gadis itu bisa mengenalnya.
Ben lebih suka punya hidup yang tidak diganggu siapa pun, bahkan orangtuanya. Dia ingin hidupnya hanya di deskripsikan melalui dua sifat saja; damai dan tidak rumit. Dan mendadak gadis itu mengganggu ketenangan dunianya.
Ketika Ben dihadapkan pada dua pasang mata yang menaruh harapan penuh padanya, dia memutar bola mata dan melengos. “Aku tahu,” katanya, “tapi aku tidak pernah bicara padanya, atau berkomunikasi dengannya, atau…”
Tubuh Ben terlalu kurus untuk orang sejangkung dia. Orangnya sangat to-the-point, kaku dan agak kasar. Satu lagi, dia lebih cinta pada buku dan sepak bola dibanding manusia. Namun Amy sudah jatuh cinta pada anak lelaki itu. Dan cinta adalah cinta. Mungkin memang tidak butuh alasan.
Ketika kau menyukai seseorang sangat, sangat menyukainya. Namun orang itu sangat jauh, tak bisa kau sentuh, hingga hampir semua emosi yang melilit di tubuhmu kau tujukan hanya untuknya. Lalu, suatu hari, orang itu datang, dia berada di dekatmu hanya untuk beberapa saat sebelum pergi jauh lagi dan kau hanya punya sedikit waktu untuk bersamanya. Jadi, untuk beberapa orang yang berada di dalam kondisi itu, alih-alih mencurahkan semua kerinduannya pada orang yang disayanginya itu, dia bertahan untuk tetap diam. Dia tak mau menunjukkan banyak emosi, tidak sedikit pun, karena jika dia mengeluarkan emosinya, dia tidak akan bisa menguasai dirinya lagi. Jika dia tidak menguasai dirinya, dia tahu, dia takkan bisa bertahan saat orang yang disayanginya akan pergi lagi, seperti itulah Amelia Collins.
Kadang, Ben menyalahkan Amy karena gadis itu menyukainya, padahal yang ingin Ben salahkan hanyalah dirinya sendiri, padahal yang ingin Ben salahkan hanyalah dirinya sendiri –kenapa manusia ingin dicintai, tapi malah menghindari orang yang mencintai mereka? Kadang, Ben merasa tidak pantas disukai Amy.
“Kanker dan cinta punya kesamaan, tidakkah kau sadar? Jika mereka terlalu kuat, kau tak bisa menghancurkan mereka, tapi mereka bisa menghancurkanmu.” (hlm. 257)
“Jangan menang. Jika kau menang, yang kalah bukan hanya dia; tapi kau juga. Jika kau menang, kau akan musnah. Jika kau kalah, kau akan musnah juga.” (hlm. 271)
“Aku lebih menyukai hidupku sekarang. Mungkin jika semuanya tidak serumit ini, aku takkan mengenalmu. Tapi jika aku bisa memilih, aku akan memilih untuk bisa mengenalmu sejak dulu –jauh sebelum penyakit ini datang.” (hlm. 288)
Beberapa sindiran halus dalam novel ini:
- Kadang, manusia yang sedang dalam masa pubertas lebih menakutkan daripada monster paling menyeramkan yang bersembunyi di kolong tidurmu. (hlm. 13)
- Jangan terpaku pada hal yang membuatmu terinspirasi. Bisa-bisa kau terkesan menjiplak cerita itu dan orang-orang menganggapmu plagiator. (hlm. 119)
- Apa gunanya jadi remaja kalau tidak emosional? (hlm. 177)
Banyak banget kalimat favorit yang bertebaran dalam novel ini:
- Tidak semua orang memiliki kesempatan untuk mengubah hidup orang lain menjadi sedikit lebih baik. (hlm. 41)
- Ketika kau tidak bisa mengingat seseorang – seseorang yang menganggapmu sangat pengting, apa yang seharusnya kau rasakan? Apa yang akan kau lakukan? (hlm. 50)
- Aku akan mati. Kau juga akan mati. Kita semua akan mati. Hanya saja, kita tidak perlu bertaruh untuk tahu siapa yang akan mati lebih cepat. (hlm. 58)
- Semua orang punya harapan. (hlm. 91)
- Dan apakah kau tahu kalau cinta membuat semua orang jadi seperti dirinya sendiri? (hlm. 114)
- Kita seharusnya melakukan sesuatu bukan karena imbalan yang akan kita dapatkan setelah itu, melainkan karena kita memang benar-benar ingin melakukannya. (hlm. 130)
- Tidak enak rasanya bertengkar dengan orang yang paling dekat denganmu? (hlm. 177)
- Meski kita membenci sekolah, tapi kita lebih benci lagi jika sudah lulus dari sana dan tak bisa kembali. (hlm. 199)
- Orang-orang hanya akan mengingat kesalahanmu atau hal buruk yang terjadi padamu dan menghitungnya dengan jari, sementara kebaikan yang kau perbuat akan dilupakan karena tak cukup banyak jari yang tersisa untuk menghitungnya. (hlm. 231)
- Kadang kau harus keluar dari zona nyamanmu dan bertarung. (hlm. 247)
- Apakah menyukai seseorang butuh alasan? (hlm. 250)
- Hanya karena kau punya banyak sekali kekurangan, bukan berarti kau tak layak dicintai. (hlm. 251)
- Kadang kau tidak butuh petualangan di hutan yang mendebarkan atau perjalanan menuju belahan dunia lain untuk merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya. Kadang kau hanya perlu satu orang dan rasanya kau sudah bisa menggapai seluruh dunia dengannya. (hlm. 259)
- Hanya karena ada orang-orang kejam di dunia, bukan berarti dunia yang kita tinggali ini adalah tempat yang kejam. (hlm. 274)
- Kadang, melepaskan itu sama gampangnya seperti tertidur. Sama gampangnya seperti mati. (hlm. 275)
- Kadang kau harus bisa memaafkan seseorang, meskipun orang itu tak tahu bahwa dia bersalah padamu. (hlm. 281)
- Perasaan takkan cukup untuk membuat segalanya lebih baik. (hlm. 301)
- Hanya karena kau mencintai seseorang, bukan berarti kau tidak bisa melukai hatinya. (hlm. 306)
- Keluarga adalah cinta, cinta adalah pengampunan. (hlm. 306)
- Butuh banyak keberanian untuk mencoba berbahagia. (hlm. 311)
Ada beberapa kata unik yang terdengar asing di telinga, ternyata masuk dalam KBBI:
- Berserobok (hlm. 25) = bertemu (dari dua arah yang berlainan); berjumpa;
- Tepekur (hlm. 55)
- Merepeti (hlm. 81)
- Nakas(hlm. 93) = meja kecil dengan satu atau dua laci yang diletakkan di bagian samping kepala sebuah tempat tidur
Novel ini merupakan karya debutYosephine Monica yang merupakan pemenang 100 Days of Romanceyang diadakan oleh Penerbit Haru’s Writing Competition 2013. Penulisnya masih duduk di bangku sekolah, ya ampun masih unyu, umurnya beda sepuluh tahun sama saya, seumuran kayak murid-murid di sekolah :D
Awalnya, pas tahu tokoh utamanya sakit (sakit kanker pula) jadi berpikir jika nanti jalan ceritanya bakal sinetron banget. Ternyata saya salah. Kita akan menemukan sisi lain dari sebuah novel yang berakhir pilu ini. Banyak pelajaran yang kita petik dari para tokoh-tokohnya.
Banyak pelajaran hidup yang kita petik dari kisah Amy dan Ben ini:
- Ketika kita sakit, bukan berarti kita tidak bisa berbuat apa-apa. Lakukan apa yang belum kita capai. Wujudkan mimpi kita. Sekalipun rasa sakit mendera, kita harus mengupayakan hal-hal yang kita inginkan. Itulah yang dilakukan oleh Amy.
- Ketika seseorang mengalami sakit, bukan rasa kasihan yang dibutuhkan seseorang. Tapi dianggap seolah-olah sama dengan yang sehat sebenarnya adalah hal yang paling penting. Lana, Zack dan Julian membutikannya atas penyakit yang dialami oleh Amy.
- Perceraian terkadang menimbulkan luka yang mendalam, terutama bagi anak yang selalu menjadi korban. Itulah yang dialami Ben. Perceraian orangtuanya sedikit banyak mempengaruhi kepribadiannya dalam membentuk sosoknya saat tumbuh meremaja.
- Kebaikan, sekecil apa pun akan selalu diingat. Lana yang selalu ingat akan kebaikan Amy, berupaya keras membantu mewujudkan impian Amy. Lana berprinsip; “Tidak semua orang memiliki kesempatan untuk mengubah hidup orang lain menjadi sedikit lebih baik. Tapi sekarang, kesempatan ini ada di tangan kita. Jadi, kenapa kita tidak mencobanya dulu?”
- Keluarga adalah segalanya. Hal itu bisa kita lihat dari sisi kehidupan Ben maupun Amy. Bagaimanapun keadaan keluarga kita, keluarga tetaplah keluarga.