
Kemana cinta pergi?
Cinta yang bertindak bagai jantung sebuah hubungan. Memberi denyut sehingga hubungan itu dapat hidup hingga detik ini. (hlm. 218)
Setiap hari, Samudra selalu menyempatkan diri untuk berkabar kepada Mayra, semua itu sudah menjadi bagian dari rutinitas Samudra. Meskipun sebenarnya kehadiran nyata Mayra di sisinya selalu Samudra harapkan. Mencintai dalam jarak sama halnya memeluk bayangan –tak terlihat, tetapi nyata.
Samudra memilih Balikpapan, dan Mayra memilih Jakarta. Bagi Samudra, meskipun lalu lintas di Balikpapan jauh lebih padat dibandingkan beberapa tahun lalu, Samudra masih bisa mengatakan kalau kota ini memiliki pengguna jalan yang tertib dan disiplin. Dia heran mengapa Mayra begitu betah keliaran di Jakarta yang cuma bisa memaksa penduduknya untuk menghabiskan mayoritas waktu hidupnya di jalan. Bosan dan lelah rasanya Samudra terus-terusan membujuk Mayra. Cinta boleh tak terlimitasi, tetapi kesabran punya batasnya.
Ketika semua berjalan ‘baik-baik saja’. Mereka baik, masih intim seperti biasa, tak bisa tak mesra di depan orang-orang, dan tak habis dipuji jika mereka mirip dan serasi. Seperti buku yang terlalu lama disimpan dalam lemari kayu, sampulnya masih manis, tetapi bagian dalamnya bobrok dihabisi rayap.
Hubungannya yang berjalan baik, mesra, normal, hampir seperti cerita-cerita pasangan soulmate umumnya. Tak ada yang salah dengan ikatan mereka selama tujuh tahun berpacaran. Tujuh tahun bukan waktu yang singkat. Tujuh tahun yang Mayra habiskan dengan Samudra. Tujuh tahun yang Mayra bina untuk bersama keluarga Samudra. Tujuh tahun. Haruskah berhenti sekarang dan membuat tujuh tahun itu berlalu sia-sia?
Membiarkannya terbang, bukan berarti hatinya tidak disisimu. (hlm. 69)
“Lo menunggu. Lo menunggu kesempatan datang. Lo nggak mencari kesempatan itu. Lo bilang lo sayang gue. (hlm. 149)
“Aku mencintaimu dengan seluruh hidupku. Jika dia sakit, aku akan merasa dua kali lipat lebih sakit. Jika dia bahagia, aku akan bahagia dua kali lipat. Aku rela melakukan apa saja untuknya, untuk menebus kesalahanku…” (hlm. 349)
Aaakkk…ada adegan so sweet.. ( ┌’⌣’ )┌♥┐( ‘⌣’┐ )
“Ini dicetak khusus buat kamu.”
Mayra ternganga melihat seluruh halaman yang berisi satu pertanyaan. “Will you marry me?” Nyaris saja Mayra memekik dan menjatuhkan buku itu ketika ia membuka halaman selanjutnya. Lembarannya tak tertulis apapun, tapi ditengah halaman-halaman sisa buku tersebut bersemayam sebuah cincin bermata biru. (hlm. 176)
Awww..ada adegan di PERPUSTAKAAN:
- Di seberang meja, Mayra bisa melihat seseorang yang dikenalnya sedang membolak-balik halaman sebuah buku. Selama sesaat Mayra membiarkan dirinya sendiri terpaku mengamati orang yang bahkan tidak merasa terganggu dengan kehadirannya itu. Suasana sunyi di perpustakaan itu membuat debaran jantung Mayra menjadi satu-satunya suara yang bisa didengar Mayra. (hlm. 46)
- Perempuan itu berdiri di depan rak yang penuh buku hingga langit-lagit ruangan. (hlm. 83)
Sebuah kisah LDR. Ketika perselingkuhan dibalas perselingkuhan. Berpacaran tujuh tahun belum tentu menguatkan tali cinta antara sepasang kekasih. Apakah masih ada rasa percaya satu sama lain? Poin lebih buku ini adalah mengambil setting Balikpapan. Disuguhi tempat-tempat unggulan di sana, Pantai Melawai, salah satunya.
Cinta yang sesungguhnya akan menemukan jalannya sendiri. Keegoisan tak akan lagi berarti seketika cinta sudah membuahkan sesuatu yang lebih bermakna dan berharga seperti persaudaraan dan tentu saja buah hati. Namun, terkadang, cinta memang harus mengalah demi suatu hal yang lebih besar. (hlm. 359)